19.48, percakapan di depan ruang petugas informasi Stasiun Rawabuntu, antara Satpam (S), Petugas Informasi (PI), dan seorang lelaki (L):
S:
(Kepada PI) Bapak ini cari orang, tolong diumumin.
(Kepada L) siapa Pak orangnya? Bapak ini siapanya?
L: Saya, saya yang nyari.
S: Bukan, yang dicari siapa namanya? Lalu Bapak ini apanya? Biar tau dia dicari siapa.
L: Namanya Mutia. Bilang saja saya mmmmm sodaranya.
PI: Mutia dari mana, Pak?
L: Mmmm. Dia dari kampus.
PI: Iya maksudnya dari mana. Biar saya bisa bilang Mutia dari mana gitu.
L: Mmmm. Dari UIN.
PI: Nama daerahnya, Pak. Tinggalnya atau asalnya dari mana?
L: Oh, Gunung Sindur.
Pengumuman pun berkumandang. Satu menit berlalu, tetapi Mutia tak juga terlihat di peron yang kini sudah lengang.
L: Ke mana ya dia? Keretanya sih dateng jam tujuh. Tadi dia keabisan batre hp.
PI: Ha? Udah hampir sejam yang lalu? Udah lama dong Pak?
L: Iya sih. Harusnya bapaknya yang jemput, tapi tadi mendadak dipanggil temennya buat jemput di bandara.
S: (berbicara melalui walkie talkie ke satpam lainnya) tolong cariin yang namanya Mutia di depan.
Tak lama kemudian seorang wanita berbaju hitam berjalan di atas peron ke arah kami.
S: Nah itu Mutia ya?
L: Bukan Pak!
PI: (kepada S sambil terkikik) Gimana caranya nyari di depan? Masa ditanyain satu-satu namanya?
Sayangnya, hingga saat saya harus beranjak pergi, si lelaki belum juga bersua dengan Mutia-nya. Semoga saja Mutia cepat bisa dihubungi.